Stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit (Aliah dkk, 2007). Dalam skala global, stroke sekarang berada dalam peringkat kedua, di bawah penyakit jantung iskemik sebagai penyebab kematian dan merupakan faktor utama penyebab kecacatan serius.Di Asia yang kebanyakan merupakan negara berkembang jumlah penderita stroke lebih banyak daripada di negara maju. Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia jumlah kasus stroke terus meningkat (Soemarmo, 2008). Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Data stroke yang dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan pada tahun 2004, penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap karena stroke jumlahnya sekitar 23.000 orang.
Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus stroke di wilayah
perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten, hasilnya adalah penyakit stroke
merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan, sebagai salah satu
contoh di Surakarta sebagai kota yang sedang berkembang pesat dengan RSUD Dr.
Moewardi yang merupakan rumah sakit negeri rujukan daerah Surakarta. Menurut
kepala unit saraf rumah sakit (RS) Dr. Moewardi Surakarta Prof. DR. dr.
H.Suroto, Sp.S (K) Jumlah penderita stroke mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun hingga 5-7 persen. Apabila tidak ada upaya penanggulangan stroke yang
lebih baik maka jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan
meningkat 2 kali lipat (Wiwit S, 2010). Data survei di RSUD Dr. Moewardi pada
tahun 2010 jumlah pasien stroke iskemik sebanyak 503, dengan jumlah pasien
stroke iskemik 275, lebih banyak daripada stroke hemoragik. Penyebab tingginya
angka kejadian stroke di Indonesia lebih disebabkan karena gaya dan pola hidup
masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan
kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang
menjadi pemicu timbulnya serangan stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak
dipicu oleh adanya hipertensi yang disebut sebagai silent killer, diabetes
melitus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit
degeneratif (Waspadji, 2007).
Penyebab diabetes melitus menjadi stroke
iskemik salah satunya adalah adanya suatu proses
aterosklerosis. Kira-kira 30% pasien dengan
aterosklerosis otak terbukti adalah penderita
diabetes. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah besar maupun
pembuluh darah perifer disamping itu juga akan
meningkatkan agegrat platelet dimana kedua
proses tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis.
Hiperglikemia juga dapat meningkatkan viskositas
darah yang kemudian akan menyebabkan naiknya
tekanan darah atau hipertensi dan berakibat
terjadinya stroke iskemik. Proses makroangiopati
dianggap sangat relevan dengan stroke dan
juga terdapat bukti adanya keterlibatan proses
makroangiopati yang ditandai terjadinya stroke
lakunar pada penderita diabetes melitus(Gilroy,
2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden et al 2007). Menurut hasil
riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2007 bahwa
usia di atas 65 tahun berisiko tinggi terkena
stroke daripada di bawah 65 tahun. Setelah usia
50 tahun tampak kecenderungan bahwa arteriarteri
serebral yang kecil juga terkena proses
arterosklerosis. Penyempitan yang disebabkan
oleh plak arterosklerosis bisa mencakup 80-
90% lumen arteri (Valery, 2009). Namun, saat
usia di atas 75 tahun insidennya mengalami
penurunan. Seperti pada jurnal National Institutes
of Neurological Disorders and Stroke tahun 2008
rasio insiden pria terhadap wanita pada usia 55-64
tahun adalah 1,25, pada usia 65-74 tahun adalah
1,50 pada usia 75-84 tahun adalah 1,07, dan
pada usia ≥ 85 tahun adalah 0,76 (Carnethon et
al, 2009). Hal ini menurun karena usia rata-rata
orang di Amerika yaitu 72,3 tahun pada pria dan
wanita 79,1 tahun sehingga jumlah insiden pria
lebih sedikit (Maryam dkk, 2008) sedangkan usia
rata-rata orang Indonesia menurut BAPPENNAS
yaitu 70 tahun.distribusi kejadian stroke
iskemik dan kejadian bukan stroke iskemik
terhadap DM dan non DM, didapatkan hasil
71,21% penderita stroke iskemik dengan DM. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi DM berpengaruh
positif dan merupakan faktor risiko stroke iskemik
(Feigin, 2009). Prevalensi penderita stroke dengan
hipertensi (tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg)
cukup tinggi, mencapai 67,5 %. Hal tersebut
terjadi karena diabetes akan meningkatkan risiko
untuk terjadinya hipertensi.hubungan antara diabetes melitus dengan kejadian
stroke iskemik dimana kadar glukosa darah yang
berlebih akan menganggu elastisitas pembuluh
darah dan proses arterosklerosis mendominasi
untuk terjadinya suatu emboli yang akan
menyumbat dan menjadi stroke iskemik bila
terkenanya di otak.
referensi : Biomedika, Volume 5 Nomor 2, Agustus 2013
referensi : Biomedika, Volume 5 Nomor 2, Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar